Di Balik Setiap Halaman: Menjelajahi Perjalanan Pribadi dalam Membaca
Juni
2015 masih tergambar jelas dalam ingatan, bagaimana hiruk pikuknya bulan Ramadhan
kala itu. Sebagai seorang siswa smp yang tidak mempunyai kegiatan selain
sekolah, dan bermain. Saya kebingungan bagaimana saya dapat menemukan hal seru
tanpa keluar rumah. Hal ini disebabkan karena pada bulan Ramadhan lazimnya
anak-anak seusia saya pada waktu itu hanya keluar pada saat shubuh untuk melakukan
kuliah shubuh, dan setelah maghrib menjelang tarawih. Suatu hari pada waktu itu
bulan Ramadhan 2015. Pada saat matahari lurus vertical dengan kepala, saat terdengar
lantunan adzan dzuhur. Saya berencana untuk melakukan kewajiban saya sebagai
seorang muslim, namun saat saya hendak untuk membawa sarung yang saat itu
tergantung di tangga menuju lantai dua rumah nene. Saya tertegun melihat paman
saya sedang merapihkan buku-bukunya.
Buku demi buku ia susun rapih perkategori, sambil
menuliskan kategori buku tersebut paman saya berucap “ den, selepas shalat
dzuhur tolong bantu merapihkan buku-buku ini” sebagai seorang anak kecil yang tidak
ada kegiatan saya mengiyakan permintaan tolong dari paman saya itu. Ting-nong..
ting-nong.. suara dari jam FHS Franz Hermle en Sohne jam dinding kuno yang
menurut saya mengganggu itu terdengar lagi, bagaimana tidak? 30 menit sekali
jam itu berbunyi tidak lama setelah itu terdengar ucapan “den, sini duduk di
tengah, supaya kamu seperti raja” paman saya menyuruh saya untuk duduk di
tengah lingkaran buku yang sudah ia susun, ia memberikan buku yang berisi
daftar dari buku yang sudah ia miliki “Tolong cek satu per satu” seperti biasa
saya hanya bisa mengangguk dan tanpa basa-basi saya langsung mengecek sesuai
yang sudah di intruksikan.
Srettt… Srettt… Srettt… suara pena pamanku
terdengar mengikuti suara ucapanku yang membacakan judul bukunya. “Mang,
bukannya ini judulnya sama kaya film yang suka ada di tv?” mengikuti ucapan itu
tanganku menunjuk salah satu judul buku yakni buku karya Habiburrahman El Shirazy yang berjudul Ayat-Ayat
Cinta buku yang bergambar sunset dan sepasang bola mata itu mengalihkan
fokusku. Cetrekk.. Tombol dari pena ia tekan, perlahan ia menghela nafas
dan perlahan menjawab “Sebelum film itu dibuat buku ini sudah ada terlebih
dahulu, sama seperti film harry potter yang sering kamu tonton di laptop amang.
Awalnya film itu berasal dari buku yang seperti ini” sambil mengacungkan buku
pamanku menjawab seperti itu.
Begitulah
awal mula saya mengenal buku, jika ditarik kebelakang sejujurnya kecenderungan
membaca saya dapat dikatakan berawal dari saat saya di taman kanak-kanak. Saya lebih
sering menghabiskan waktu dengan membaca buku cerita-cerita fabel seperti
cerita si kancil. Namun saya mulai jatuh cinta dengan buku karena novel Ayat-Ayat Cinta. Pada usia saya saat itu, saya
tidak terlalu mempermasalahkan sosok tokoh utama yang terlalu sempurna, bahkan
tanpa cela seperti Nabi Muhammad. Saya juga tidak terlalu memperhatikan
pernikahan antara Fahri dan Maria pada akhirnya, karena toh itu dilakukan untuk
menyelamatkan nyawa Fahri dan hidupnya pun terbatas. Namun berkat novel inilah pada
akhirnya saya menyukai buku.
Tahun
2016 saya menginjakan kaki di masa yang paling indah, masa dimana saya dapat
bertemu dengan orang-orang dari seluruh wilayah kabupaten saya. Tak ada yang
spesial pada kelas satu sma bahkan dapat dikatakan minat dalam membaca buku
saya menurun kala itu. Saya lebih sering menghabiskan waktu untuk bermain dan membaca
komik namun saat kelas 11 sma, saya menyadari bahwa saya memiliki ketertarikan
berlebih terhadap satu mata pelajaran yaitu mata pelajaran sosiologi. Ilmu yang
membahas tentang segala aspek dalam masyarakat itu sangat menarik bagi saya. Saya
menyadari bahwa jika saya tidak membaca maka saya hanya akan mengerti tentang hal
yang dijelaskan di sekolah, oleh karena itu saya mulai membaca buku-buku non -fiksi.
Tahun 2019 rak sepatu yang saya jadikan sebagai rak buku
mulai tidak dapat menahan buku-buku yang saya beli dan akhirnya saya simpan Sebagian
buku saya di lemari baju. Pada tahun ini saya hanya terfokus pada buku-buku
persiapan masuk perguruan tinggi negeri, hamper setiap malam saya Latihan soal-soal
yang ada dalam buku itu. Terkadang saya ditemani oleh teman saya atau Bersama dengan
bibi saya. Kecenderungan membaca saya berubah 180 derajat, yang biasanya saya
hanya membaca novel-novel karya andrea Hirata berubah menjadi belajar dan
menghafal buku yang saya dapatkan dari tempat les saya.
Agustus 2019 dengan tidak diterimanya saya di jurusan Ilmu
Komunikasi Unpad, dan jurusan Filsafat UGM, saya kembali menekuni dunia membaca,
namun sekarang sedikit berbeda saya merasa butuh sesuatu yang baru untuk
menghilangkan kekecewaan itu saya mulai membaca buku-buku non-fiksi seperti
seni bersikap bodo amat, seni untuk hidup minimalis, dan buku-buku karya pram. Membaca
novel seni bersikap bodo amat sedikit berpengaruh pada hidup saya kala itu, Novel
yang mengisahkan tentang pengalaman nyata Bukowski yang pada intinya adalah
tentang cara dia menghadapi kegagalan dan kesulitan dalam hidupnya dengan sikap
"bodo amat". Melalui sikap ini, dia mampu bertahan, merasa baik, dan
menerima situasi buruknya sehingga dia dapat menghadapi tantangan-tantangan
tersebut membuat saya paham bahwa kekecewaan yang berlarut-larut merupakan
kegiatan yang sia-sia.
September 2019 sebagai seorang mahasiswa baru jurusan
ilmu pemerintahan, saya mencoba menaikan taraf bacaan saya. Saya mulai membaca
buku-buku yang memang diwajibkan untuk ilmu pemerintahan seperti kybernologi
jilid 1 dan 2, Ilmu Pengetahuan : Sebuah Tinjauan Filosofis, dan buku lainnya. Disamping
membaca buku-buku itupula saya juga membaca buku-buku lainnya yang memang
memiliki keterkaitan dengan jurusan saya. Saya mencoba memahami karakter
mahasiswa dengan membaca buku-bukunya Gie. Pada saat itu keinginan dan komitmen
saya dalam membaca buku semakin kuat hingga akhirnya saya dapat menjadi seorang
kutu buku yang hanya berdiam di kamar dan keluar jika ada yang memanggil.
Perjalanan pribadi dalam membaca adalah sebuah perjalanan
yang mengubah dan mempengaruhi diri kita. Dari pengalaman awal membaca
fabel-fabel hingga menemukan buku yang menginspirasi, kita menjadi terhubung
dengan dunia yang lebih luas dan mendalam. Buku-buku membawa kita melintasi
berbagai peristiwa, memperkaya pemahaman tentang kehidupan, dan memberi wawasan
baru yang tak terbatas. Dalam perjalanan ini, kita menemukan cara menghadapi
kegagalan dan kesulitan, belajar menerima situasi buruk, dan memperoleh
inspirasi dari karakter dan kisah dalam buku-buku. Membaca juga membuka mata
kita pada keindahan agama dan kebaikan sosial, serta memperluas pengetahuan
kita tentang masyarakat dan perubahan sosial. Melalui membaca, kita merasakan
kekuatan transformasi dan menemukan kehidupan yang penuh dengan makna.
Sekian Terimakasih
Komentar
Posting Komentar