Di Balik Setiap Halaman: Menjelajahi Perjalanan Pribadi dalam Membaca


             "Cuma perlu satu buku untuk jatuh cinta pada membaca. Cuma satu buku. Cari buku itu. Mari jatuh cinta." Kata-kata bijak yang diungkapkan oleh Najwa Shihab menjadi ucapan yang selalu saya ucapkan kepada teman-teman saya. Saat kita menyimak kalimat-kalimat sederhana ini, terasa ada semangat yang membara untuk menemukan buku yang tepat, yang akan membuka pintu ke dalam dunia yang tak terbatas. Mungkin suatu kali, diantara tumpukan buku-buku di toko, perpustakaan, atau bahkan di dalam kotak tua di garasi, kita akan menemukan satu buku yang dengan ajaib menghipnotis kita. Lembar demi lembar, kata demi kata, buku itu akan mengajak kita memasuki dunia perjalanan pribadi dan pengetahuan yang tidak pernah kita bayangkan sebelumnya.

Juni 2015 masih tergambar jelas dalam ingatan, bagaimana hiruk pikuknya bulan Ramadhan kala itu. Sebagai seorang siswa smp yang tidak mempunyai kegiatan selain sekolah, dan bermain. Saya kebingungan bagaimana saya dapat menemukan hal seru tanpa keluar rumah. Hal ini disebabkan karena pada bulan Ramadhan lazimnya anak-anak seusia saya pada waktu itu hanya keluar pada saat shubuh untuk melakukan kuliah shubuh, dan setelah maghrib menjelang tarawih. Suatu hari pada waktu itu bulan Ramadhan 2015. Pada saat matahari lurus vertical dengan kepala, saat terdengar lantunan adzan dzuhur. Saya berencana untuk melakukan kewajiban saya sebagai seorang muslim, namun saat saya hendak untuk membawa sarung yang saat itu tergantung di tangga menuju lantai dua rumah nene. Saya tertegun melihat paman saya sedang merapihkan buku-bukunya.

            Buku demi buku ia susun rapih perkategori, sambil menuliskan kategori buku tersebut paman saya berucap “ den, selepas shalat dzuhur tolong bantu merapihkan buku-buku ini” sebagai seorang anak kecil yang tidak ada kegiatan saya mengiyakan permintaan tolong dari paman saya itu. Ting-nong.. ting-nong.. suara dari jam FHS Franz Hermle en Sohne jam dinding kuno yang menurut saya mengganggu itu terdengar lagi, bagaimana tidak? 30 menit sekali jam itu berbunyi tidak lama setelah itu terdengar ucapan “den, sini duduk di tengah, supaya kamu seperti raja” paman saya menyuruh saya untuk duduk di tengah lingkaran buku yang sudah ia susun, ia memberikan buku yang berisi daftar dari buku yang sudah ia miliki “Tolong cek satu per satu” seperti biasa saya hanya bisa mengangguk dan tanpa basa-basi saya langsung mengecek sesuai yang sudah di intruksikan.

            Srettt… Srettt… Srettt… suara pena pamanku terdengar mengikuti suara ucapanku yang membacakan judul bukunya. “Mang, bukannya ini judulnya sama kaya film yang suka ada di tv?” mengikuti ucapan itu tanganku menunjuk salah satu judul buku yakni buku karya  Habiburrahman El Shirazy yang berjudul Ayat-Ayat Cinta buku yang bergambar sunset dan sepasang bola mata itu mengalihkan fokusku. Cetrekk.. Tombol dari pena ia tekan, perlahan ia menghela nafas dan perlahan menjawab “Sebelum film itu dibuat buku ini sudah ada terlebih dahulu, sama seperti film harry potter yang sering kamu tonton di laptop amang. Awalnya film itu berasal dari buku yang seperti ini” sambil mengacungkan buku pamanku menjawab seperti itu.

Begitulah awal mula saya mengenal buku, jika ditarik kebelakang sejujurnya kecenderungan membaca saya dapat dikatakan berawal dari saat saya di taman kanak-kanak. Saya lebih sering menghabiskan waktu dengan membaca buku cerita-cerita fabel seperti cerita si kancil. Namun saya mulai jatuh cinta dengan buku karena novel Ayat-Ayat  Cinta. Pada usia saya saat itu, saya tidak terlalu mempermasalahkan sosok tokoh utama yang terlalu sempurna, bahkan tanpa cela seperti Nabi Muhammad. Saya juga tidak terlalu memperhatikan pernikahan antara Fahri dan Maria pada akhirnya, karena toh itu dilakukan untuk menyelamatkan nyawa Fahri dan hidupnya pun terbatas. Namun berkat novel inilah pada akhirnya saya menyukai buku.

Tahun 2016 saya menginjakan kaki di masa yang paling indah, masa dimana saya dapat bertemu dengan orang-orang dari seluruh wilayah kabupaten saya. Tak ada yang spesial pada kelas satu sma bahkan dapat dikatakan minat dalam membaca buku saya menurun kala itu. Saya lebih sering menghabiskan waktu untuk bermain dan membaca komik namun saat kelas 11 sma, saya menyadari bahwa saya memiliki ketertarikan berlebih terhadap satu mata pelajaran yaitu mata pelajaran sosiologi. Ilmu yang membahas tentang segala aspek dalam masyarakat itu sangat menarik bagi saya. Saya menyadari bahwa jika saya tidak membaca maka saya hanya akan mengerti tentang hal yang dijelaskan di sekolah, oleh karena itu saya mulai membaca buku-buku non -fiksi.

            Tahun 2019 rak sepatu yang saya jadikan sebagai rak buku mulai tidak dapat menahan buku-buku yang saya beli dan akhirnya saya simpan Sebagian buku saya di lemari baju. Pada tahun ini saya hanya terfokus pada buku-buku persiapan masuk perguruan tinggi negeri, hamper setiap malam saya Latihan soal-soal yang ada dalam buku itu. Terkadang saya ditemani oleh teman saya atau Bersama dengan bibi saya. Kecenderungan membaca saya berubah 180 derajat, yang biasanya saya hanya membaca novel-novel karya andrea Hirata berubah menjadi belajar dan menghafal buku yang saya dapatkan dari tempat les saya.

                                          

            Agustus 2019 dengan tidak diterimanya saya di jurusan Ilmu Komunikasi Unpad, dan jurusan Filsafat UGM, saya kembali menekuni dunia membaca, namun sekarang sedikit berbeda saya merasa butuh sesuatu yang baru untuk menghilangkan kekecewaan itu saya mulai membaca buku-buku non-fiksi seperti seni bersikap bodo amat, seni untuk hidup minimalis, dan buku-buku karya pram. Membaca novel seni bersikap bodo amat sedikit berpengaruh pada hidup saya kala itu, Novel yang mengisahkan tentang pengalaman nyata Bukowski yang pada intinya adalah tentang cara dia menghadapi kegagalan dan kesulitan dalam hidupnya dengan sikap "bodo amat". Melalui sikap ini, dia mampu bertahan, merasa baik, dan menerima situasi buruknya sehingga dia dapat menghadapi tantangan-tantangan tersebut membuat saya paham bahwa kekecewaan yang berlarut-larut merupakan kegiatan yang sia-sia.

                                         

            September 2019 sebagai seorang mahasiswa baru jurusan ilmu pemerintahan, saya mencoba menaikan taraf bacaan saya. Saya mulai membaca buku-buku yang memang diwajibkan untuk ilmu pemerintahan seperti kybernologi jilid 1 dan 2, Ilmu Pengetahuan : Sebuah Tinjauan Filosofis, dan buku lainnya. Disamping membaca buku-buku itupula saya juga membaca buku-buku lainnya yang memang memiliki keterkaitan dengan jurusan saya. Saya mencoba memahami karakter mahasiswa dengan membaca buku-bukunya Gie. Pada saat itu keinginan dan komitmen saya dalam membaca buku semakin kuat hingga akhirnya saya dapat menjadi seorang kutu buku yang hanya berdiam di kamar dan keluar jika ada yang memanggil.

            Perjalanan pribadi dalam membaca adalah sebuah perjalanan yang mengubah dan mempengaruhi diri kita. Dari pengalaman awal membaca fabel-fabel hingga menemukan buku yang menginspirasi, kita menjadi terhubung dengan dunia yang lebih luas dan mendalam. Buku-buku membawa kita melintasi berbagai peristiwa, memperkaya pemahaman tentang kehidupan, dan memberi wawasan baru yang tak terbatas. Dalam perjalanan ini, kita menemukan cara menghadapi kegagalan dan kesulitan, belajar menerima situasi buruk, dan memperoleh inspirasi dari karakter dan kisah dalam buku-buku. Membaca juga membuka mata kita pada keindahan agama dan kebaikan sosial, serta memperluas pengetahuan kita tentang masyarakat dan perubahan sosial. Melalui membaca, kita merasakan kekuatan transformasi dan menemukan kehidupan yang penuh dengan makna.

            Sekian Terimakasih 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengambil Inspirasi dari Kisah Marie Curie dan Pierre Curie

Anarkisme di Abad 21: Konsep, Kontroversi, dan Tantangan

MASA YANG PALING BERAT BUKAN MASA KULIAH ATAUPUN BEKERJA TAPI MASA TRANSISI